Saturday, March 03, 2012

(2) Silahkan pilih : menjadi stress atau menertawai dengan geli


Masih di buku yang sama, Buddhism for Mother, yang mau gue share kali ini adalah penggalan cerita berikut.

A sense of the absurd and humorous
 
Once you have developed a degree of equanimity and spaciousness, you may find yourself laughing at incidents that used to enrage you.  A quick poo story (mothers are used to these).
One rainy Sunday when my first son was two, my husband was playing sport in a hall at the University of Sydney. Longing to read the newspaper in peace, I was driving my son Zac around the university buildings, hoping he’d fall asleep. After 15 minutes he was still awake and I watched my frustration rise. To calm myself, I was trying to focus on my breath and the sensations in my body, when Zac announced, ‘I want to do poo.’

I had no idea where a toilet might be and it would have been danger-ous to waste time looking. Parking under a ‘No Stopping’ sign, we clambered into the rain and Zac did his deed. While pulling his pants up I dropped my set of six keys directly into his poo. They sank in perfectly.  Running to the car—to find I had no tissues—I saw a parking policeman in the distance, slowly making his way towards me. I had no hoice but to hurriedly clean my keys with wet leaves as my son repeatedly asked: ‘Mummy why did you drop the keys in the poo?’
The interesting thing about this debacle was that as I was cleaning the keys I was smiling. My situation was so pathetic that it amused me. My husband was enjoying himself in a warm, dry hall while I stood wet, my fingers covered in poo, with no hope of reading the paper. As mothers we all have similar stories of mini-disasters that have no lasting consequences but can push you to the brink if you let them. You can either work yourself into a frenzy of stress or you can laugh. The mind of equanimity helps us to laugh, to keep such events in perspective so we avoid becoming too emotionally caught up.

 >>>>

Rasa geli dan humor

Setelah Anda sekiranya memiliki keseimbangan batin dan keterbukaan hati, Anda mungkin akan menertawakan peristiwa-peristiwa yang dulunya membuat Anda marah. 

Sebuah cerita singkat tentang kotoran (para ibu sudah terbiasa dengan ini).
Disuatu hari Minggu yang hujan ketika putra pertama saya berumur dua tahun, suami saya sedang berolahraga di lapangan Universitas Sydney. Dengan keinginan untuk bisa membaca korang dengan tenang, saya mengajak putraku Zac mengitari gedung-gedung universitas dengan mobil, berharap ia kan tertidur. Namun setelah 15 menit ia tetap terjaga dan saya melihat rasa frustasi saya timbul. Untuk menenangkan diri pada saat Zac berkata, "Aku mau buang air besar," saya berusaha memusatkan perhatian pada pernafasan dan sensasi dalam tubuh.

Saya tidak tahu dimana toilet berada dan sepertinya akan membahayakan untuk menghabiskan waktu mencarinya. Setelah memarkir mobil di bawah rambu "Dilarang Berhenti", kami menerjang hujan dan akhirnya Zac dapat melepaskan hajatnya. Ketika saya memakaikan celananya, saya menjatuhkan satu set kunci yang terdiri dari enam kunci saya tepat ke dalam kotorannya. Kuncinya tenggelam dengan begitu sempurnanya. Saya berlari ke mobil - saya tidak menemukan tissue - di kejauhan saya melihat seorang polisi petugas parkir dengan perlahan berjalan ke arah saya. Saya tidak ada pilihan lain selain segera membersihkan kunci tersebut dengan lembaran daun basah, sambil putra saya bertanya berulang kali, "Ibu, Kenapa ibu menjatuhkan kunci ke dalam kotoran?"
Satu hal yang menarik dari malapetaka ini adalah di saat saya membersihkan kunci-kunci itu, saya tersenyum. Keadaanku begitu menyedihkan hingga membuatku merasa geli. Suamiku sedang menikmati aktivitasnya di lapangan yang hangat dan kering, sedangkan saya berdiri dengan basah kuyup, jari tangan berlumurkan kotoran, tanpa adanya harapan untuk membaca koran. Sebagai ibu, kita semua memiliki kisah serupa tentang bencana-bencana kecil yang sebenarnya tidak memiliki konsekuensi yang berlanjut, tapi dapat mendorong Anda sampai ke batas diri jika Anda mengizinkannya. Anda bisa melibatkan diri Anda ke dalam pergolakan stress, atau Anda bisa tertawa. Keseimbanganan batin membantu kita untuk tertawa, mempertahankan segala kejadian seperti itu dalam pandangan yang benar, sehingga kita tidak menjadi terlalu terjebak secara emosional.

***

Next : (3) Pendapat gue terhadap keseimbangan batin   

No comments: